Sejarah
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
66+
Tahun dari sejarah dan pendidikan
Tanggal 28 Januari 1956, menjadi awal tonggak sejarah dunia kedokteran di Makassar dengan diresmikannya sebuah lembaga pendidikan dokter dengan nama “Fakultas Kedokteran Makassar” oleh Prof. Ir. R. Soewandi yang menjabat sebagai Menteri P dan K pada saat itu. Langkah awal ini bermula dari keinginan besar masyarakat kota Makassar untuk memiliki Fakultas Kedokteran dan adanya “Gentlement Agreement“ antara pihak Kementerian P dan K dengan Yayasan Balai Perguruan Tinggi Sawerigading mengenai pendirian sebuah Universitas Negeri di Makassar. Kesepakatan ini ditindaklanjuti dalam rapat Dewan Menteri tanggal 22 Oktober 1953 yang membentuk Panitia Persiapan Fakultas Kedokteran. Panitia ini diketuai oleh Syamsuddin Dg Mangawing dengan Muhammad Rasyid Dg Sirua sebagai sekretaris dan J.E. Tatengkeng, Andi Patiwiri serta Sampara Dg Lili sebagai anggota-anggotanya. Andi Pangerang Pettarani selaku Gubernur Sulawesi dan Ahmad Dara Syahruddin selaku Walikota Besar Makassar mengambil kebijakan untuk menanggulangi segala hal yang diperlukan dalam pendirian Fakultas Kedokteran di kota Makassar. Sehingga dengan dana sekitar Rp. 1.500.000,00 dan diatas lahan seluas 50 hektar yang sebagian besar adalah tanah rawa di kawasan Baraya, dibangunlah gedung Fakultas Kedokteran yang dirancang khusus oleh Ir. J. Th. Dhroof.
Peresmian Universitas Hasanuddin oleh Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta pada tanggal 10 September 1956 menyebabkan status Fakultas Kedokteran Makassar berubah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Perubahan ini terjadi dikarenakan syarat pendirian Universitas saat itu adalah minimal satu fakultas eksakta dan dua fakultas non eksakta. Sehingga Fakultas Kedokteran Makassar dimasukkan untuk “menyertai” Fakultas Hukum dan Ekonomi yang telah lebih dulu hadir (8 Oktober 1948).
Angkatan pertama Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin diterima bulan Januari 1956. Ujian masuk dilaksanakan secara lokal, dimana 65 orang dinyatakan lulus sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Bulan Agustus pada tahun yang sama diterima angkatan kedua sebanyak 60 orang. Pada angkatan kedua inilah yang pertama kali menjalani masa prosesi perkenalan yang disebut Perpelontjoan. Kegiatan yang berlangsung selama dua minggu penuh ini mencakup pemberian materi perkenalan disertai aktivitas fisik. Aktivitas-aktivitas tersebut tergolong keras karena menuntut banyak kekuatan fisik dan mental, tetapi sifatnya mendidik serta memupuk rasa senasib dan sepenanggungan antar mahasiswa baru.
Sistem perkuliahan pada periode ini dilaksanakan menurut sistem tingkat, dimana mahasiswa harus melulusi semua mata kuliah yang disajikan untuk naik tingkat ke tingkat berikutnya. Fase preklinik ini dilalui selama empat tahun (empat tingkat) sedangkan fase klinik dilalui selam dua tahun (dua tingkat). Sebagai suatu institusi yang baru, tentu berbagai kendala telah dialami dalam menjalankan proses pendidikan. Salah satunya adalah karena belum memiliki dosen tetap untuk semua bidang ilmu. Untuk mengatasi hal tersebut, maka didatangkanlah dosen dari dalam maupun luar negeri. Dari dalam negeri dosen Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM) dan Universitas Padjajaran (UNPAD) tercatat pernah menjadi pembimbing para “Calon Dokter Makassar“ ini. Sedangkan dari luar negeri ada tenaga pengajar Belanda dan Jerman. Pada tahun 1958 beberapa dosen dari UGM diangkat menjadi dosen tetap. Tahun 1961 dimulailah penerimaan asisten yang berasal dari mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Para asisten inilah yang menjadi cikal bakal dosen tetap Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Pada tahun 1988, setelah 32 tahun menghuni kampus lama di Baraya, Fakultas Kedokteran secara resmi pindah ke kampus baru Tamalanrea di Jalan Perintis Kemerdekaan, sekitar 10 km dari pusat kota Makassar. Untuk memudahkan proses pendidikan, terutama pendidikan klinik maka pada tahun yang sama dimulailah pembangunan rumah sakit yang kelak diberi nama Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo. Setelah melalui jalan panjang, Rumah Sakit ini selesai dan mulai difungsikan pada tahun 1993 dengan status Rumah Sakit kelas A.
Memasuki abad ke 21 terjadi perubahan yang sangat mendasar akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi. Seiring dengan itu, globalisasi dan tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih berkualitas merupakan hal yang tidak bisa lagi dihindari. Hal ini mendorong Fakultas Kedokteran untuk merenungkan kembali keberadaannya ditengah perubahan tersebut. Seiring dengan hal tersebut, Departemen Pendidikan Nasional mencanangkan Paradigma Baru Pendidikan Tinggi dengan meningkatkan relevansi, akuntabilitas, manajemen internal serta secara terus menerus melakukan evaluasi dan monitoring terhadap pelaksanaan pendidikan. Atas dasar inilah maka Fakultas Kedokteran diawal tahun 2002 melakukan perubahan terhadap kurikulumnya. Perubahan tersebut yaitu dari pendidikan berbasis disiplin menjadi terintegrasi. Dalam perkembangannya, metode pembelajaran juga mengalami perubahan dari sebagian besar kuliah menjadi tutorial (pembelajaran berbasis masalah). Kegiatan keterampilan klinik juga ditingkatkan. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan sistem blok, dimana satu semester dilaksanakan tiga blok. Sistem ini membuat proses pembelajaran menjadi lebih efisien dalam waktu dan penggunaan tenaga dosen. Tidak terlalu banyak lagi materi yang tumpang tindih. Dengan demikian waktu pendidikan dokter dapat dipersingkat menjadi lima tahun (3 tahun preklinik dan 2 tahun klinik). Sistem ini tidak hanya mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu ke dalam sistem organ, tetapi juga sejak awal mengintegrasikan pengalaman belajar lapangan untuk kedokteran komunitas.
Sebagai salah satu langkah maju untuk memperkenalkan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ke dunia internasional maka sejak tahun ajaran 2006/2007 telah dibuka kelas Internasional. Kelas ini tetap menggunakan kurikulum yang sama dengan kelas reguler, namun menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar.
Pendidikan dokter spesialis juga pada dekade ini mengalami kemajuan yang sangat pesat baik dalam jumlah maupun sistem pendidikannya. Pada masa inilah diperkenalkan combined-degree, dimana pendidikan dokter spesialis dijalankan bersama dengan pendidikan master dan dokter spesialis. Program ini juga merupakan salah satu bentuk efisiensi pendidikan dokter spesialis dan dapat meningkatkan kompetensi akademik dokter spesialis.
Dengan sistem pendidikan seperti yang berlaku pada saat ini, menyebabkan beban mahasiswa juga akan bertambah. Namun, kegiatan kemahasiswaan juga harus tetap berjalan. Kegiatan kemahasiswaan merupakan pelengkap bagi sistem pendidikan dokter karena melalui kegiatan kemahasiswaanlah kepemimpinan, wawasan dan kemampuan kerjasama yang merupakan persyaratan untuk menjadi dokter masa depan dibangun.